Selasa, 17 November 2009

Pemkot Ancam Bando Tak Berijin Di Bongkar

KRC, BLITAR -
Keberadaan reklame bando bermasalah mulai disikapi pemkot. Mereka mengumbar ancaman jika tak segera ditindaklanjuti bakal membongkar reklame tersebut. Sebab, reklame tersebut selain tak memperpanjang izin, alias ilegal.

Hal itu diungkapkan Kepala Kantor Pelayanan Kantor Terpadu (KPT) Mohammad Sidik kemarin. Dia mengeluhkan keberadaan bando raksasa yang statusnya tidak jelas. "Itu yang menjadi masalah, padahal sudah kami beritahu. Kalau mau dipakai lagi ya diperpanjang izinnya, tidak seperti ini malah nggantung," keluh Sidik.

Dia menunjuk bando raksasa di pertigaan Herlingga atau Jalan Jaksa Agung Suprapto. Bando berukuran 10 x 5 menurut catatan KPT sudah habis masa izinnya sekitar Juli lalu. Pemilik yang berlokasi di Surabaya sudah diberi teguran lisan agar mengambil tindakan. Pasalnya, jalan tersebut masuk dalam jalan protokol. Tapi hingga kini, lanjut Sidik, belum ada tindakan resmi. "Belum ada," tegasnya lagi. Pemkot dalam hal ini instansi terkait, tak segan-segan membongkar jika tak mengindahkan teguran. Pasalnya, efek yang ditimbulkan cukup telak. "Salah satunya, tidak ada pemasukan dalam bentuk pendapatan asli daerah (PAD). Apalagi, sekarang kan baliho dibiarkan kosong melompong," katanya.

Meski begitu, pihaknya masih memberikan tenggang waktu.

Pria asal Kesamben ini juga menambahkan, peringatan serupa juga diberikan kepada pemasang bando yang belum memiliki izin resmi. Izin bisa berupa mendirikan bangunan atau IMB, prinsip dan lain sebagainya. Pria berkacamata ini menyebut sejumlah bando yang dipasang di sejumlah trotoar. Namun, ketika diminta identitas enggan untuk menyebutkan. "Sudah ada catatannya, kalau nanti tak ada tindakan kami akan berkoordinasi dengan Satpol PP," katanya lagi. Saat ini, hampir tiap sudut jalan protokol di Kota Blitar terdapat papan iklan. Papan iklan berukuran kecil hingga raksasa. Saking banyaknya, menjadikan seperti hutan iklan. Itu jelas terlihat di Jalan Merdeka. Pemkot sendiri berdalih semakin banyak papan iklan semakin bagus lantaran menjadikan pemasukan sendiri melalui retribusi. (teh)

Bupati Soeharto Raih Manggala Karya Bhakti Husada Arutala

KRC, Trenggalek
Bupati Trenggalek Soeharto meraih penghargaan Manggala Karya Bhakti Husada Arutala dari Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih beberaa hari lalu. Salah satunya atas keberhasilan menggalakkan warga di 50 desa agar tidak buang air besar sembarangan (BABS).

--
Berkendara melewati sungai-sungai di perkotaan maupun di desa, masih dijumpai orang yang buang air besar. Tidak saja dari segi kesehatan yang bisa memicu berbagai penyakit, secara estetika, pemandangangan orang yang sedang buang air besar, sangat tidak sedap.

Usaha untuk menghilangkan kebiasaan buruk BABS inilah yang getol dilakukan pemerintahan Bupati Soeharto sejak 2006 lalu. Hasilnya, kini sudah 50 desa yang tercatat sebagai Open Defecation Free (ODF), yaitu kondisi di mana seluruh individu di suatu daerah tidak lagi buang air besar secara sembarangan.

"Keberhasilan ODF merupakan indikator kedua untuk mendapatkan penghargaan ini. Indikator pertama adalah karena bupati sebagai kepala daerah sudah menganggarkan biaya untuk kesehatan, di mana dalam tiap tahunnya ada tren peningkatan," ucap Kabid Promosi dan Pemberdayaan Kesehatan, Dinas Kesehatan Trenggalek, Sutikno Slamet SKM, MM, yang turut mendampingi Soeharto saat menerima penghargaan

Penghargaan Manggala Karya Bhakti Husada Arutala merupakan penghargaan tertinggi untuk pemerintah daerah yang menunjukkan prestasi di bidang kesehatan. Untuk penanganan ODF, Trenggalek bersama dua kota lainnya, yaitu Kota Surabaya dan Kota Mojokerto.

Untuk indikator pertama, peningkatan biaya untuk kesehatan, contohnya pada program ODF tadi. Disampaikan Sutikno, dari tahun 2006 lalu mulai dibiayakan sebesar Rp 100 juta. Tahun 2007 ada peningkatan anggaran sebesar Rp 380 juta, lalu tahun 2008 Rp 400 juta, dan tahun ini Rp 450 juta.

Untuk mewujudkan desa ODF dilakukan upaya penyadaran pada masyarakat desa setempat. Dengan cara, petugas kesehatan atau fasilitator memberikan penyadaran kepada warga. Tujuannya agar warga tersentak hati nuraninya, sehingga mereka secara sadar mau membuat jamban.

"Tidak ada persyaratan khusus, apakah warga harus menggunakan leher angsa, ataukah jamban cemplung. Yang penting bisa mengisolasi tinja dari lalat atau kecoa, sehingga tidak menularkan penyakit," jelas alumnus Universitas Airlangga Surabaya ini.

Dari kegiatan tersebut, sejak 2006 ketika dideklarasikan pertama kali di Desa Tumpuk, Kecamatan Tugu, dan delapan desa lainnya, pada Mei 2008 sampai 12 November lalu sudah ada 50 desa. Berikutnya, ditargetkan pada Desember nanti akan ada satu kecamatan ODF, dan tahun 2010 nanti se-Kabupaten Trenggalek bebas buang air besar sembarangan.

Dari hitungan matematis, atas kesadaran warga ini, sudah ada jamban cemplung sebanyak 33.775 yang jika biayanya dinilai Rp 150 ribu per unit, serta jamban leher angsa dinilai Rp 1,5 juta per unit. Jika ditotal anggaran dikeluarkan warga Rp 10,521 miliar. Padahal dana untuk fasilitastor dari APBD I , II dan World Bank hanya Rp 1,127 miliar.

Selain ODF, pilar lain yang menunjukkan keberhasilan di bidang kesehatan adalah pengelolaan air minum rumah tangga, cuci tangan dengan memakai sabun, pengelolaan sampah rumah tangga dan pengelolaan limbah rumah tangga.

Mewujudkan kawasan ODF, tantangan terbesarnya justru di daerah perkotaan. Ini karena banyak pendatang yang kurang sadar pentingnya buang air besar di jamban. Sutikno mencontohkan para pedagang di pasar. Terkadang karena tidak sabar antre, mereka lebih memilih membuang air besar di sungai.

Selain dua indikator tadi, Bupati Trenggalek Soeharto juga dinilai berhasil sebagai inovator posyandu prima. Yaitu posyandu yang tidak hanya melayani balita dan ibu saja. Tapi juga manula, PAUD, dan remaja.

"Keberhasilan ini tidak bisa diraih tanpa dukugan dari berbagai pihak, masyarakat dan lintas sektor. Bahwa peran sanitasi sangatlah besar untuk meningkatkan derajat kesenatan masyarakat," pungkas Sutikno. (adb)

Ketua Dewan Merangkap Bamus

KRC, BLITAR -
Setelah dicas selama dua hari di Malang, DPRD Kabupaten Blitar mulai hari ini langsung tancap gas. Beberapa alat kelengkapan dewan yang belum terbentuk akan segera dilengkapi.

Hanya ada dua badan yang diperebutkan. Yakni badan legislasi dan badan kehormatan. Sedangkan untuk badan musyawarah (Bamus) dan Badan Anggaran (banggar) otomatis dipegang ketua. Itu sesuai dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri. "Besok (hari ini, Red) baru akan kami musyawarahkan tentang alat kelengkapan dewan yang belum sempat terbentuk," ujar Ketua DPRD Kabupaten Blitar Guntur Wahono kepada wartawan kemarin.

Menurut Guntur, yang dimusyawarahkan hanya pembentukan badan saja. Misalnya badan legislasi (Baleg) dan badan kehormatan (BK). Sedangkan untuk Bamus dan badan anggaran tetap akan dipenggang oleh pimpinan dewan. "Itu sesuai dengan SE mendagri, Panmus dan Panggar harus dipegang pimpinan dewan. Sedangkan dua lembaga lain bisa dijabat oleh anggota," tandas Guntur yang juga dibenarkan oleh dua wakilnya Edi Masna Nurochman dan Suswati.

Pimpinan dewan, lanjut Guntur memberikan keleluasaan kepada para anggota fraksi untuk menyodorkan nama-nama anggotanya yang pas menduduki pimpinan dua lembaga tersebut. Karena, ada kemungkinan pimpinan dua lembaga itu juga akan ditentukan dengan cara pilihan. "Kalau dengan musyawarah mufakat sulit dicapai. Ada kemungkinan pemilihan juga dilakukan dengan voting," tandas Guntur.

Namun demikian, lanjut Guntur, dua lembaga tersebut bisa mengakomodasi semua fraski yang ada. Sehingga, tidak terkesan rebutan. "Sebenarnya pimpinan dewan sudah memberikan peluang yang sama kepada semua fraksi. Namun kenyataan di lapangan, hal itu tergantung dengan hasil komunikasi intensif dari para anggota fraksi dengan fraksi yang lain. Istilahnya pandai melobi tidak. Kalau pandai ya akan terpilih," katanya.

Apa tidak ada pembagian yang sama rata? "Maunya sih begitu. Namun, kenyataan dilapangan berkata lain," kata Guntur.

Menurut Guntur, karena masing-masing fraksi memiliki keinginan masing-masing, untuk menempatkan anggota terbaiknya. (eva)

Minggu, 15 November 2009

Gerak Langka Nuh Wahyudi Anggota Komisi I DPRD Kota Blitar


KRC, Blitar
Bersahaja dan berkharisma. Begitulah kesan pertama yang tersirat begitu pertama berjabat tangan dengan Nuhan Wahyudi, anggota Komisi I DPRD Kota Blitar yang ditemui Koran Rakyat di tempat usahanya, sebuah showroom sepeda motor aneka merk bernama Nagashaki Motor yang bertempat di wilayah Kademangan, Blitar. Bapak tiga anak ini masih tetap sibuk mengunjungi salah satu tempat usahanya di akhir pekan di sela-sela kesibukannya sebagai anggota dewan dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Selain mengelola beberapa tempat usaha miliknya, beliau saat ini juga masih aktif sebagai Training Support MESM (Manajemen Emosi Spiritual Mayangkara) di Radio Mayangkara FM Blitar, hingga sering diundang sebagai penceramah pada pengajian yang diselenggarakan oleh berbagai kalangan.
Pendek kata, selain kesibukannya sebagai anggota DPRD Kota Blitar Periode 2009-2014, beliau masih mempunyai banyak aktifitas lain terutama yang berhubungan dengan pembinaan spiritual keagamaan yang telah menjadi bagian kehidupannya semenjak berkarier sebagai penyiar radio di Kota Blitar. Bahkan di luar segudang kegiatan yang dijalaninya sekarang, beliau masih sempat menggagas sebuah grup di situs jejaring sosial Facebook yang bernama ”Facebook Orang Blitar”, berisikan kisah-kisah penuh inspirasi yang dapat menjadi wadah bagi para anggotanya untuk saling bertukar kisah yang memotivasi diri. Berikut petikan wawancara kontributor Koran Rakyat kepada Nuhan Wahyudi di tempat usahanya, 14/9.
Koran Rakyat (KR): Pertama-tama, apakah yang Anda ucapkan begitu pertama kali mengetahui bahwa Anda telah resmi terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kota Blitar periode 2009-2014?
Nuhan Wahyudi (NW): Sebetulnya dalam hati saya mengucapkan, inna’illahi wa inna illahi roji’un dan alhamdulillah juga sekaligus, namun saya lebih memilih untuk tidak mengucapkan apa-apa secara langsung untuk menjaga agar saya tidak terlarut dalam kebahagiaan yang berlebihan dan juga anggapan berbeda dari orang lain... Karena saya tidak memungkiri bahwa untuk maju dalam pencalonan seperti itu pastinya membutuhkan biaya-biaya tertentu, namun toh andaikata kemarin saya belum dipercaya untuk mengemban amanah ini, saya pun telah mengikhlaskannya sebagai shodaqoh untuk semua. Ketika penetapan resmi akhirnya keluar dan saya dinyatakan terpilih sebagai anggota dewan, saya hanya berdiam diri sambil mengucap syukur kepada Allah sekaligus mawas diri bahwa jabatan yang saya terima saat ini adalah amanah dari mereka yang telah memilih saya menjadi wakilnya, sehingga saya harus bisa melaksanakan amanah ini dengan sebaik-baiknya...
KR : Kontribusi apa saja yang telah Anda berikan bagi rakyat dalam tugas Anda saat ini sebagai wakil mereka di dewan kota?
NW : Secara jujur saya masih belum bisa banyak bekerja dikarenakan waktu pelantikan dan penetapan anggota komisi di DPRD Kota Blitar masih tergolong singkat... Kami baru dilantik bulan Agustus dan penetapan Komisi baru sebulan yang lalu, namun walaupun demikian saya pribadi tidaklah hanya berdiam diri saja dalam waktu yang masih singkat ini...
KR : Apakah Anda termasuk wakil rakyat yang suka turba (turun ke bawah) mendengar aspirasi konstituen Anda?
NW : Ya...tentu sudah jelas. Sebagai orang yang mengemban amanah dari rakyat tentunya saya harus mempertanggungjawabkan amanah tersebut dengan sebaik-baiknya. Saya dan rekan-rekan di Fraksi sering menyerap aspirasi rakyat Kota Blitar dengan sering turun dan menerima baik masukan maupun kritik terhadap kinerja kami sebagai anggota dewan. Dari aspirasi yang membangun hingga laporan tentang hal-hal seperti pengaspalan jalan umum di dekat rumah warga dan lain-lain yang disampaikan ke kami.
KR : Apakah grup Facebook Orang Blitar yang Anda kelola di situs jejaring Facebook juga termasuk salah satu cara Anda menjaring aspirasi warga lewat dunia maya?
NW : Ya...sebetulnya awal keberadaan grup itu dimulai dari iseng saja karena niat awal saya hanyalah ingin membagikan inspirasi hidup kepada rekan-rekan saya pribadi, namun kemudian grup itu berkembang dengan sendirinya hingga saat ini anggotanya mencapai ribuan orang. Saat ini grup tersebut tidak hanya menjadi wadah bagi sesama anggotanya untuk berbagi kisah-kisah inspiratif saja tetapi kemudian karena sekarang saya telah menjadi anggota dewan, tidak jarang juga ada banyak masukan yang saya terima lewat grup tersebut. Jadi mungkin bisa dikatakan demikian juga...
KR : Anda bisa dikatakan termasuk salah satu tokoh yang berhasil menggapai kesuksesan dalam usia yang relatif muda. Bagaimana Anda mengawali semuanya
NW : Alhamdulillah...semuanya ini saya mulai dengan ikhtiar dan ibadah yang tulus. Dulu pada awal mulanya semasa kuliah saya bekerja dengan menumpang pada orang lain, kerja membantu pekerjaan rumah di tempat orang karena saya tidak ada biaya. Kemudian berkat ketekunan, doa dan kerja keras, saya memberanikan diri untuk membuka showroom sepeda motor dengan bergabung bersama beberapa teman. Dari situlah saya mulai terjun ke dunia bisnis sampai sekarang.
KR : Sebelum merambah dunia politik Anda terlebih dahulu dikenal sebagai penyiar dan motivator dari sebuah radio swasta. Apakah di tengah kesibukan Anda saat ini sebagai anggota dewan masih menyempatkan diri untuk kegiatan yang berkaitan dengan pembinaan spiritual seperti ini?
NW : Walaupun sekarang saya sudah berstatus sebagai wakil rakyat namun saya selalu berusaha untuk menyempatkan diri apabila mendapat undangan untuk ceramah di aneka forum kajian Islam seperti pengajian dan sebagainya. Bagi saya kegiatan seperti ini adalah sarana bagi saya untuk dapat menjadi saluran manfaat bagi orang lain sesuai cita-cita saya yang ingin bermanfaat bagi sesama, sehingga saya menolak untuk menerima imbalan apapun dalam kegiatan seperti ini.
KR : Bagaimana visi dan misi Anda sebagai anggota dewan yang masih baru dilantik untuk dapat memajukan Kota Blitar? Karena banyak pendapat yang menyebutkan bahwa Blitar telah banyak memberikan sumbangsih bagi sejarah bangsa namun masih sedikit yang diberikan bagi pengembangan daerah ini...
NW : Ya...saya pun sebenarnya telah memahami kenyataan ini, namun untuk ke depannya saya akan berusaha sebaik mungkin untuk dapat meningkatkan kemajuan pembangunan di Kota Blitar, khususnya dalam bidang Kesehatan dan Pendidikan yang menjadi fokus utama saya sebagai anggota dewan. Kedepannya kami akan bekerja keras agar dapat menciptakan Kota Blitar yang lebih baik dalam periode kerja lima tahun ini. Sehingga saya baik sebagai pribadi maupun mewakili lembaga sangat mengharapkan peran aktif masyarakat Kota Blitar khususnya dalam memberikan masukan yang membangun demi kemajuan kita semua...
KR : Berkaitan dengan pelaksanaan Pilkada Kota Blitar tahun depan, apakah partai Anda (Partai Persatuan Pembangunan,red) telah melakukan persiapan dalam menghadapi pesta demokrasi lima tahunan tersebut?
NH : Sejauh ini kami masih wait and see saja terhadap perkembangan persiapan pilkada. Mungkin jika partai-partai lain sudah curi start dengan membuka pendaftaran bakal calon dan sebagainya, kami masih sebatas menunggu perkembangan yang terjadi. Bukan maksud kami untuk berdiam diri dalam hal ini sekarang, namun apabila kemudian kiranya ada calon yang sesuai dengan kriteria partai dan memenuhi semua persyaratan, kenapa tidak? Yang pasti kami menginginkan bahwa siapapun nantinya calon yang akan maju dalam Pilkada tahun depan adalah calon yang terbaik yang dapat memimpin dan memajukan pembangunan Kota Blitar ke depannya.(teh)

Agus Sukarno Terancam Posisinya Sebagai Anggota Dewan


KRC, Tulungagung
Pilihan sulit harus ditentukan Agus Sukarno Putro paska ditangkap polisi dan warga saat berada dalam kamar bersama Apriliana. Dia harus mundur dari anggota DPRD Tulungagung secara sukarela. Jika tidak mau mundur sukarela, maka PKNU akan melengserkan secara paksa pria yang baru tiga bulan menjadi wakil rakyat tersebut.

Keterangan itu diungkapkan Sekretaris Tanfidz DPC PKNU Tulungagung Nur Qomarudin. Dia mengatakan, desakan mengundurkan diri merupakan hasil keputusan musyawarah jajaran dewan tanfidz DPC PKNU Tulungagung. Rapat yang digelar dua malam lalu itu untuk menindaklanjuti instruksi dari DPW PKNU Jawa Timur nomor B-185/DPW-01/IX/2009.

Rapat digelar di kantor DPC PKNU Tulungagung yang beralamatkan di jalan Mayjend Suprapto Tulungagung, sekitar pukul 20.00. Hasil rapat disampaikan ke Agus.

"Tadi pagi (kemarin, red), hasil musyawarah itu telah kami sampaikan kepada yang bersangkutan. Intinya, memberikan kesempatan kepada Agus Sukarno Putro untuk segera mengundurkan diri," kata pria asal Kalidawir itu.

Bagaimana tanggapan Agus Sukarno Putro? Masih menurut Nur Qomarudin, Agus mengaku masih pikir-pikir. Namun pihaknya men-deadline tiga hari bagi Agus untuk memberikan jawaban. "Jika waktu tiga hari Agus tidak memberi jawaban, maka kami yang bertindak," ucapnya ketika dikonfirmasi wartawan kemarin.

Nur Qomarudin menegaskan, DPC PKNU Tulungagung mendesak Agus Sukarno Putro mengundurkan diri sebagai upaya menghargai status yang bersangkutan. Yakni agar status pemberhentian lebih terhormat.

"Pasalnya, meski yang bersangkutan bersedia ataupun tidak, PAW jelas dilaksanakan. Namun, alangkah lebih baik dan terhormat jika yang bersangkutan mengundurkan diri sebelum surat PAW itu turun," tegasnya.

Seperti diberitakan DPRD Tulungagung tercoreng. Pasalnya, salah satu wakil rakyat yang terhormat, Agus Sukarno Putro digerebek polisi pada 22 Oktober lalu. Anggota dewan dari PKNU periode 2009-2014 tersebut berada satu kamar dengan Apriliana, 30, warga Perum Kutoanyar, Tulungagung.

Padahal Lia -begitu panggilan Apriliana- merupakan

PNS di Sekretariat DPRD Tulungagung. Dia juga istri dari Ptw, petugas Polres Tulungagung.

Berdasar informasi RaTu, penggerebekan dilakukan oleh 20 anggota polisi bersama 8 warga Desa Gondang, Kecamatan Gondang. Penggerebekan sekitar pukul 01.30 di rumah Agus Sukarno Putro.

Polisi memeriksa Agus dan Lia. Keduanya dijerat pasal 284 KUHP tentang perzinahan dengan ancaman hukuman sembilan bulan penjara. Berkas perkara Agus dan Lia sudah dilimpahkan ke kejaksaan pada 9 November lalu. (adb)

Kejari Blitar Periksa Dugaan Korupsi Rek Penampungan 26 Miliar


KRC, Blitar
Kejaksaan Negeri Blitar segera melakukan pemeriksaan lanjutan terkait dugaan kasus korupsi rekening penampungan Rp 26 Miliar. Sejumlah pejabat di lingkup Pemkab Blitar bakal dimintai keterangan untuk melengkapi bukti awal yang sudah dikantongi kejaksaan.

Pemeriksaan ke sejumlah pejabat itu menjadi kelanjutan dari pemeriksaan sebelumnya. Beberapa hari lalu, kejaksanaan telah meminta keterangan dari Dodot Haryanto, ketua ormas Bocah Lembu Suro(Boles).

Rencana pemeriksaan itu disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri Blitar Safrudin melalui Kasi Intelejen M Reza W. Menurut dia, pemeriksaan lanjutan dilakukan untuk melengkapi data dugaan kasus korupsi rekening penampungan Rp 26 miliar yang kini ditangani kejaksaan. "Kan masih penyelidikan. Belum masuk pada penyidik," kata Reza.

Siapa yang akan dimintai keterangan selanjutnya? Jaksa yang kerap kali ditugasi mengawal kasus korupsi ini menyebutkan sejumlah nama pejabat yang kemungkinan akan dimintai keterangan. Diantaranya, Kabag Keuangan Pemkab Blitar Ahmad Lazim dan Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DKPD) Phalal Ali Santosa. "Pastinya, sudah kita agendakan seluruhnya. Mereka hanya dimintai keterangan, tidak lebih dari itu. Sedikit banyak mereka kan tahu masalah ini," jelasnya.

Hanya saja, saat ini lanjut Reza, sifat pemeriksaan kali ini masih sebatas penyelidikan, belum masuk ke penyidikan. Artinya, sifatnya hanya pemeriksaan awal, langkah yang dilakukan kejaksaan hanyalah sebatas mengumpulkan data dan keterangan guna melengkapi bukti awal. "Hanya melengkapi saja kok. Data awal. Masih belum masuk ke pokok materi," paparnya.

Ditempat terpisah, Hari Suwignyo, jaksa yang ditugasi mengusut kasus dugaan korupsi rekening penampungan mengaku belum tahu siapa nanti yang akan dimintai keterangan."Itu ketua tim yang menentukan. Saya hanya melaksanakan saja," imbuh Hari.

Sebelumnya, Kejaksaan Negeri Blitar meminta keterangan Dodot Haryanto, ketua ormas Boles sebagai pelapor kasus dugaan korupsi rekening penampungan HPPT dan jasa pugut PBB di lingkup Pemkab Blitar. Pemeriksaan Dodot, hanya sebatas kapasitasnya sebagai pelapor.

Dalam kesempatan itu, Dodot yang datang ke Kantor Kejaksaan Negeri Blitar bersama sekitar sepuluh orang, sekalian menyerahkan bukti serta data pendukung atas laporan yang disampaikannya ke kejaksaan beberapa waktu lalu.

Seperti diketahui, 2006 dan 2007 muncul audit BPK yang menyatakan bahwa ada dana bagi hasil PBB dan Bea Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan (BHTB) yang ditampung dalam rekening penampungan Sekretaris Daerah (Sekda) Bahcthiar Sukokardjaji senilai Rp 15 miliar. Kemudian, pada tahun berikutnya, dalam audit BPK juga muncul hal serupa. Nilainya hanya sekitar Rp 1,1 miliar.(teh)

RUMAH DJALOE, RUMAH DARI KAOS ASELI BIKINAN BLITAR DAN PECINTA KOMUNITAS TEMPO DOELOE KOTA PATRIA


Dodi Prastowo (kanan) beserta rekannya, Agus, saat menyambut tamu yang datang ke Rumah Djaloe
KRC, Blitar
Berawal dari kecemburuan terhadap kota-kota lain di Indonesia yang memiliki icon fashion lokal seperti Yogyakarta dengan Dagadu-nya, atau Bandung dengan outlet-outlet distronya, beberapa anak muda Blitar yang dipelopori oleh Dodi Prastowo (32) beserta keempat rekan lain yang mengusung idealisme untuk mengangkat nama Blitar sebagai salah satu objek wisata sejarah dan budaya, mendirikan Rumah Djaloe sebagai ’distro’ dari Kaos Djaloe yang bertempat di Jln. Ir. Soekarno No. 102C, hanya beberapa puluh meter dari area Makam Bung Karno.
“DJALOE ialah kependekan dari DJAMAN DOELOE, tetapi DJALOE djoega berarti tadji ajam djantan. Dus, DJALOE BLITAR adalah tanda tjinta jang tadjam dan mendalam dari kita semoea kepada sedjarah kota ketjil jang populer..” demikianlah sepenggal ungkapan yang ditulis dalam akun Facebook Kaos Djaloe Blitar untuk menjelaskan asal-usul nama kaos berdesain unik ini.
Koran Rakyat berkesempatan mengunjungi Rumah Djaloe pada hari Sabtu, 14/11 sore untuk menuntaskan rasa keingintahuan akan keberadaan Kaos Djaloe yang lebih banyak dipromosikan lewat dunia maya di situs jejaring sosial Facebook ini. Disambut di sebuah paviliun berukuran sekitar 4x4 meter persegi yang dipenuhi oleh foto-foto klasik Blitar tempo doeloe, beberapa koleksi barang dan buku-buku antik yang dapat dibaca di tempat, dan tentunya koleksi Kaos Djaloe yang dipajang secara sederhana di sudut ruangan, kedua ’punggawa’ berkacamata dari Rumah Djaloe menyambut KR dengan ramah dan bersahaja.

”Siapa saja boleh untuk datang ke sini tanpa harus ada keterikatan untuk membeli, kok, Mbak,” jelas Dodi, salah satu pendiri Kaos Djaloe. ”Karena,” lanjutnya, ”Rumah Djaloe bukan hanya berfungsi sebagai tempat display Kaos Djaloe, tapi mungkin lebih ke arah rumah bagi para pecinta komunitas tempo doeloe di Kota Blitar,” ungkapnya dengan santun.
Berdasarkan pengamatan KR dari buku tamu yang terdapat di meja tempat kami berbincang-bincang, hampir setiap hari selalu ada saja pengunjung baik dari luar maupun dalam kota yang singgah ke Rumah Djaloe, mulai dari sekedar ingin menuntaskan rasa penasaran hingga akhirnya memborong beberapa kaos buatan asli putera daerah Blitar ini.
”Pada awalnya kami hanya memproduksi beberapa potong saja, namun kebetulan pada waktu itu ada rekan saya yang menawarkan kaos ini pada pak Walikota yang akhirnya membeli edisi pertama kami. Wah...senangnya bukan main, kaos kami dalam edisi perdananya sudah dinikmati pak Walikota.,” jelasnya lagi kemudian.
Kaos Djaloe memang belum lama dipasarkan secara umum kepada masyarakat luas semenjak Oktober 2009 lewat Facebook dan situs resmi mereka, www.djaloe.com. Setiap kali ada pengunjung yang membeli atau bahkan hanya memberikan kesan-pesan dalam buku tamu yang disodorkan akan selalu di-publish lewat status update akun Facebook milik Kaos Djaloe sehingga memberi kesan bahwa Rumah Djaloe memang bukan semata-mata sebagai tempat penjualan Kaos Djaloe saja, tetapi juga sebagai rumah singgah bagi siapapun yang ingin bernostalgia dengan kenangan masa lampau di kota Blitar.



Koleksi Buku-buku Rumah Djaloe yang dapat dibaca di tempat

Kesan tersebut dapat dilihat dari disediakannya koleksi buku-buku dan majalah dari berbagai tema yang sengaja diperuntukkan bagi siapapun yang berkunjung ke Rumah Djaloe untuk dibaca si tempat. Selain itu terdapat juga beberapa eksemplar buku yang ditulis oleh sebagai referensi bagi mereka yang ingin mempelajari riwayat sejarah kota Blitar.
Keberadaan Rumah Djaloe yang agak tersembunyi tidak menyurutkan niat kepada para pengunjung yang ingin tahu lebih banyak tentang Kaos Djaloe dan para pendirinya yang berani mengusung ’the spirit of indie’ sebagai prinsip usaha mereka.
”Kaos Djaloe ini diawali dari keprihatinan kami sebagai generasi muda Blitar akan minimnya daya tarik wisata di kota ini. Maka dengan modal nekat inilah kami bertekad untuk dapat menjadikan Kaos Djaloe sebagai salah satu cinderamata ’wajib’ bagi setiap orang yang berkunjung ke Blitar. Seperti motto kami sebagai ’Kaos Tanda Tjinta dari Blitar’. Kami memulai semua ini dengan swadaya antar teman-teman yang memiliki ide yang sama dengan kami untuk membuat icon baru kota ini, bisa dibilang proyek idealis sebatulnya, karena kami mengusahakan semua ini secara mandiri, tanpa perhatian pemerintah daerah, untuk dapat melestarikan sejarah Blitar dengan cara yang kami bisa saat ini,” lanjut Dodi kemudian.



Sudut display Kaos Djaloe yang sederhana diantara koleksi foto-foto Blitar tempo doeloe dan radio antik

Kaos Djaloe saat ini telah mengeluarkan edisi ke-4 nya dengan konsep yang berbeda pada setiap edisinya. Dengan edisi pertama yang mengusung lambang Kota Blitar pada tahun 1920, kini edisi terbaru mengusung gambar Bung Karno ketika masih remaja sebagai modelnya.
”Kami tidak menampilkan Bung Karno dalam figur dewasa yang sudah banyak dipublikasikan secara besar-besaran, namun kami sengaja menampilkan sosok Bung Karno yang masih muda dengan kutipan tulisan-tulisannya agar menginspirasi para pemakainya juga untuk tetap berjiwa muda walaupun juga sebagai pecinta tempo doeloe...”
Penasaran dengan koleksi terbaru dari Kaos Djaloe? Rumah Djaloe senantiasa terbuka lebar bagi siapapun yang singgah ke tempat ini jika Anda kebetulan lewat di Jln. Ir. Soekarno selepas berziarah ke kompleks Makam Bung Karno Blitar sekitar 300 meter ke selatan. Sebuah spanduk berukuran cukup besar berwarna hijau dengan tulisan ”Rumah Djaloe” menandakan lokasi rumah itu berada di selatan jalan. Kru Rumah Djaloe yang ramah siap menyambut Anda untuk sejenak menjelajah masa lalu dan merenungkan masa depan lewat semangat Bung Karno yang tak pernah lekang dimakan jaman. (teh).